Jumat, 19 Oktober 2012

Pilihlah Bisnis Yang Terbaik. Putuskan dan Lupakan


Ada pengusaha muda di Jakarta mempunyai dana 10 juta dollar AS atau setara dengan Rp 94 miliar. Ia bingung untuk investasi. menurutnya kalau dananya didepositokan dan sebutlah ia dapat bunga 4 %, setahun dananya bertambah Rp 3,769 miliar atau Rp 313 juta/bulan. Cukup enak. Namun, bukan wataknya menyimpan uang di bank. Ia lebih suka bertarung di lapangan.

Suatu hari pengusaha tersebut meminta saran kepada ayahnya yang seorang usahawan komponen otomotif. Ayahnya berkata :


Mantapkan hatimu. Masuklah ke bisnis yang engkau sukai dan benar-benar kuasai. Jangan terombang-ambing. Jangan silau kemajuan usahawan lain. Putuskan, dan lupakan!” 
 
Pengusaha muda ini terkesiap oleh ucapan ayahnya. Ia lalu menimbang lagi. Kalau membangun hotel bintang dua, ia bisa mendapatkan dua hotel dengan masing-masing di atas 100 kamar. Jika hotel selalu ”hampir penuh” dan dikelola baik, ia bisa berharap modal kembali kurang dari empat tahun. Ia tinggal menghitung laba.

Kalau membuka kafe waralaba asing, ia bisa memperoleh setidaknya 30 kafe kelas satu. Ia masukkan ke mal dan bayar sewa. Kalau berjalan mulus, investasi bisa balik dalam tiga tahun. Jika gagal?
Pengusaha muda itu bimbang, ia teringat nasihat ayahnya. Masuk ke bisnis yang ia kuasai benar. Dan bisnis itu adalah perminyakan. Selama delapan tahun terakhir, ia bekerja di sebuah perusahaan minyak bumi. Maka, ia tetapkan hati masuk ke minyak.

Berdasarkan izin legal yang ia peroleh, ia gunakan uangnya untuk ”mencari sumur minyak” di Pulau Sumatera. Menurut hitungan sederhana, kalau beruntung, pencarian pertama saja sudah bisa menemukan sumur minyak.

Pada eksplorasi pertama, tidak ditemukan apa-apa, Ia tidak terpukul. Pada eksplorasi ke-8, ditemukan sumur minyak, tetapi tidak layak. Ongkos eksplorasi malah lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan minyak. Di sini ia berdebar. Terus atau tidak? Uangnya hanya cukup untuk dua kali lagi pencarian minyak lagi. Kalau hasilnya nihil?

Pada titik amat kritis ini, ia teringat kembali nasihat ayahnya. "Putuskan dan lupakan". Ia putuskan terus mencari. Lupakan, agar ia tidak menyesal kalau seluruh hasilnya buruk. Pada pencarian ke-9, kembali timnya gagal.

Pada kesempatan terakhir, pengusaha muda ini bisa tersenyum. Timnya menemukan sumur minyak. Tidak besar, ”hanya” 10.500 barrel per hari.
Ia sujud syukur. Kini ia bisa membangun perusahaan ritel, beberapa kafe, restoran yang laris, dan membeli saham sebuah bank swasta nasional.

Dari article ini saya ambil kesimpulan, kalo kita mau berbisnis atau berwirausaha lebih baik kita pilih bisnis yang udah kita kuasain. Jangan mudah terpengaruh sama untungnya aja, bisnis berprospek besar tapi kita gak ngusain bidangnya bakal percuma. Lebih baik kita tekunin bisnis yang memang bidangnya udah kita kuasain, dengan begitu untuk ngembangin bisnis tersebut akan lebih mudah.
 
Sumber

Senin, 08 Oktober 2012

Usahawan Tangguh

Hidup ini seperti roda berputar. ”Ada kalanya di atas, ada pula saatnya di tengah atau di bawah,” ujar seorang usahawan besar di Jakarta,
Ia bercerita, sebelum krisis tahun 1997-2000, ia memimpin sebuah megakorporat. Ada bank, properti, ritel, dan jasa.
Tiba-tiba datang badai ekonomi. Banyak usahawan Indonesia terempas, termasuk dia. Hampir semua usahanya menyurut nyaris ke titik nol. Banknya ditutup. Usaha propertinya hampir tanpa kegiatan. Perusahaan ritel dan jasa ia jual. Ia memilih berkonsentrasi pada hanya usaha properti, bisnis yang paling ia kuasai. Menurut pengalaman, fokus pada usaha inti akan menyelamatkan suatu usaha.
Selama ekonomi nasional limbung, ia bertekad tidak memecat karyawannya. Sebagai bekas ”orang susah”, usahawan yang kini berusia 61 tahun ini sadar betapa pahitnya nasib karyawan yang diputus hubungan kerjanya. Usahawan ini bertahan dengan apa yang dia miliki.
Namun, banyak karyawannya yang ”kasihan” melihat ikhtiarnya. Mereka keluar, satu per satu. Setiap karyawannya pamit, usahawan ini mati-matian menahan haru. Kerap beberapa anggota staf intinya melihat ia menangis di balik pintu. Hubungan majikan dan karyawan di perusahaan itu memang dekat.
Tak tahan dengan situasi ini, pengusaha tersebut menjual 80 persen aset pribadi. Ia mencairkan 70 persen depositonya dan menjual 80 persen simpanan emasnya. Dengan uang itu, ia membuka sejumlah unit usaha agar karyawan yang tersisa tidak pergi. Dari restoran, industri kreatif, hotel, biro perjalanan, sampai ke usaha jahit pakaian. Ia juga menemani para karyawan itu bekerja, hari demi hari. Ikhtiar ini berhasil menahan karyawannya.
Muncul titik balik. Para karyawan, yang melihat pemilik perusahaan baik hati, bertarung keras di semua lini bisnis. Semua usaha usahawan ini berhasil dan untung. Usaha propertinya pun perlahan bangkit kembali. Kini keadaan berubah, ibarat roda. Usaha propertinya berkelas dan membawa genre sendiri.
Di titik ini, tatkala ia dan karyawannya bisa menghela napas, ia mengajak semua karyawannya membiasakan diri menabung. ”Kalau mampu hidup dengan Rp 3 juta sebulan, hiduplah dengan Rp 3 juta kendati gaji kalian, sebutlah, Rp 18 juta. Sisanya tabung. Jangan sebentar-sebentar diambil. Ketika gaji kalian naik, misalnya menjadi Rp 30 juta, tetaplah hidup dengan Rp 3 juta itu. Namun uang yang dikumpulkan, jadikan uang yang membawa manfaat. Misalnya, membeli emas atau masukkan saja di bank sebagai deposito. Kelak kalian merasakan manfaatnya,” ujar pengusaha itu.
Ia menambahkan, tidak punya uang sungguh tak enak. Tidak saja kita susah memenuhi kebutuhan hidup, tetapi sebagian orang juga tidak ”memandang” kita. ”Saya mengalami ketika usaha saya di tubir jurang,” katanya.
Usahawan lain, yang bergerak di beberapa jenis industri, menuturkan hal senada. ”Ketika usaha kita tengah berkibar, semua mendekat. Namun ketika usaha kita redup, tidak ada yang mendekat, termasuk para pejabat.” ujarnya.
Pebisnis ini menyarankan semua usahawan untuk mandiri. Jangan pernah dekat pejabat. Profesional, bebas dari aroma fasilitas negara dan pejabat. Kalau mampu melakukannya, pasti akan menjadi usahawan tangguh. (Abun Sanda kompas.com)

Jumat, 05 Oktober 2012

Wooow dari Sebuah Warung Tenda

Artikel ini sebenarnya artikel lawas saya yang pernah saya tulis di blog saya sebelum pindahan ke sini sebuah konsep layanan yang patut ditiru dan diterapkan oleh siapapun dan sebuah pengalaman pelanggan yang WOW yang pernah saya terima dari sebuah bisnis kaki lima .
Siapa yang tidak pernah melihat warung tenda di Jakarta ini, hampir disetiap pelosok kita selalu melihat keberadaan mereka, saya dan ke dua anak saya sangat menyukai petualangan makan di warung warung tenda, yang bertebaran di seluruh wilayah Jakarta ini. Namun dari sekian banyak tempat yang pernah saya datangi, , ada sebuah warung tenda yang menjual pecel lele yang sangat mengesankan saya dan anak anak saya, bukan cuma rasanya yang wueenak, tapi juga penjual nya yang sekaligus juga pemilik warung itu.
Sepasang suami istri yang berasal dari Madura, mencoba mengadu nasib ke Jakarta dengan berbekal uang seadanya.
Sang isri yang selalu setia mendampingi suaminya berjualan pecel lele selama kurang lebih 10 tahun ini telah membuat warung tenda nya selalu penuh dengan pengunjung, bahkan pembeli harus rela antri mendapatkan tempat duduk. Hebatnya si ibu pemilik itu hampir hafal seluruh nama pengunjung yang datang, dia selalu menyambut dan menyapa setiap pembeli yang datang dengan sapaan nak, didepan nama pembeli pembeli nya dan dia selalu berkeliling ke pengunjung yang sedang makan, untuk menanyakan, mau tambah apa lagi nak Ika ( panggilan saya di rumah )? Ada yang kurang nak? ungkapan ungkapan nya itu benar benar bagai sapaan seorang ibu, adeem rasanya menelan butiran butiran nasi uduk yang masuk kedalam mulut.
Bahkan pegawai pegawainya selalu siap memenuhi kebutuhan para pembeli, sebelum kita meminta nya, begitu melihat isi gelas kita berkurang , dengan sigap mereka langsung mengisikan nya kembali, tanpa kita harus meminta
Apa yang berbeda dari warung tenda itu ?

Bisa anda terka, Ibu penjual pecel lele itu sangat mengutamakan PELAYANAN . Walaupun dia tidak pernah mengenal ilmu apalagi mengikuti training training mengenai pelayanan prima, tapi ibu tersebut mampu menerapkan prinsip prinsip dalam memberikan Service Excellence kepada pengunjungnya.
Dia selalu menyapa dengan baik dengan menyebutkan nama pelanggannya , dia begitu mengenal pelanggan pelanggannya dengan baik, mengetahui kebiasaan kebiasaan pelanggannya, dan memberikan yang dibutuhkan pelanggannya tanpa harus diminta, bahkan setiap kita selesai makan dia tidak pernah lupa meminta umpan balik dari para pengunjungnya
Pelayanan membuahkan Kesuksesan
Ibu pemilik warung ini rupanya sangat mengutamakan pelayanan dalam menjalankan usahanya, Kan pembeli itu raja, jadi saya harus melayani mereka dengan baik, walaupun saya cape atau lagi kesal, begitu katanya, saat saya mempunyai kesempatan untuk ngobrol dengan dia disela sela kesibukannya melayani pengunjung yang datang.
Yang membuat saya tercengang , berkat modal seadanya yang hanya sebesar Rp 150.000,- ketekunan, kegigihan, dan sangat mengutamakan pelayanan, kini dia memiliki asset yang tidak sedikit, bahkan bisa dikategorikan kedalam perusahaan golongan menengah. Mereka sekarang mampu memiliki 3 buah rumah mewah di Jakarta, 1 buah ruko yang nilainya lebih dari 1 M serta 2 buah di Lamongan desa darimana mereka berasal.
Benar benar suatu hasil yang patut diacungkan jempol, sebuah usaha informal, namun mampu menerapkan prinsip prinsip kepuasan pelanggan
Cobalah kita amati disekeliling kita, begitu banyak bidang bisnis yang belum mampu mengutamakan kepuasan pelanggan,masih begitu banyak yang tidak mengangap penting pengalaman pelanggan,  yang tidak menganggap bahwa pelanggan adalah asset bisnis mereka, yang masih kurang menyadari bahwa tanpa pelanggan apapun jenis usaha yang dijalankan akan mati dengan sendirinya.
Irma Sustika , LUTCF
kompasiana

10 Motivator’s Buat Kita di 2012


1. Mereka yg beralasan tidak punya waktu adalah mereka yg membiarkan waktu mengatur hidupnya, bukan malah sebaliknya.
2. Masalah itu adil, ia datang kepada semua orang, tetapi tidak dengan jalan keluar, ia hanya datang kepada mereka yg mencarinya.
3. Dunia lebih menghargai orang yang mau melakukan pekerjaan kecil daripada orang yang hanya memiliki rencana yg besar.
4. Nasib baik tidak pernah salah memilih orang, ia memilih orang yg proaktif menjemputnya.
5. Gunakan perasaan saat menghadapi manusia, gunakan logika saat menghadapi masalah.
6. Jangan hanya tertarik dengan apa yg dicapai orang sukses, tertariklah dengan air mata yg mereka keluarkan untuk mencapainya.
7. Yang menyedihkan bukanlah bidikan yg meleset, tapi bidikan tanpa target.
8. Kalau tahun 2012 adalah sebuah buku, Tuhanlah yg menyediakan pena (takdir), tetapi Andalah penulisnya (nasiB).
9. Hal yg perlu ditakuti saat mengkritik orang lain adalah ketika kita sendiri pun tidak lebih baik dari mereka.
10. Lovers adalah alasan saya untuk terus berkarya, Haters adalah alasan saya untuk terus bertumbuh.

kompasiana