Minggu, 04 Desember 2016

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 50/KM.10/2016

T E N T A N G

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH,
BEA KELUAR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK
TANGGAL  30 November 2016 SAMPAI DENGAN 6 Desember 2016

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : a.
bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan atas pemasukan barang, hutang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah;

b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal  30 November 2016 sampai dengan  6 Desember 2016


Mengingat :  1.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan(Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133);

2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor  150);

3.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

4.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
6.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I Di Lingkungan Kementerian Keuangan Untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;


Memperhatikan:
Surat Perintah Nomor PRIN-374/MK.01/2011.;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK TANGGAL  30 November 2016 SAMPAI DENGAN 6 Desember 2016.


Pertama :
Menetapkan Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Keluar, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal  30 November 2016 sampai dengan  6 Desember 2016, ditetapkan sebagai berikut:

1. Rp.   13,510.00 Untuk Dollar Amerika Serikat ( USD ) 1,-
2. Rp.   10,027.10 Untuk Dolar Australia ( AUD ) 1,-
3. Rp.   10,020.47 Untuk Dolar Canada ( CAD ) 1,-
4. Rp.   1,923.47 Untuk Kroner Denmark ( DKK ) 1,-
5. Rp.   1,741.82 Untuk Dolar Hongkong ( HKD ) 1,-
6. Rp.   3,036.17 Untuk Ringgit Malaysia ( MYR ) 1,-
7. Rp.   9,508.06 Untuk Dolar Selandia Baru ( NZD ) 1,-
8. Rp.   1,575.92 Untuk Kroner Norwegia ( NOK ) 1,-
9. Rp.   16,813.24 Untuk Poundsterling Inggris ( GBP ) 1,-
10. Rp.   9,458.52 Untuk Dolar Singapura ( SGD ) 1,-
11. Rp.   1,462.47 Untuk Kroner Swedia ( SEK ) 1,-
12. Rp.   13,324.65 Untuk Franc Swiss ( CHF ) 1,-
13. Rp.   12,006.61 Untuk Yen Jepang ( JPY ) 100,-
14. Rp.   10.29 Untuk Kyat Myanmar ( MMK ) 1,-
15. Rp.   197.08 Untuk Rupee India ( INR ) 1,-
16. Rp.   44,293.77 Untuk Dinar Kuwait ( KWD ) 1,-
17. Rp.   128.77 Untuk Rupee Pakistan ( PKR ) 1,-
18. Rp.   271.00 Untuk Peso Philipina ( PHP ) 1,-
19. Rp.   3,601.77 Untuk Riyad Saudi Arabia ( SAR ) 1,-
20. Rp.   91.04 Untuk Rupee Srilanka ( LKR ) 1,-
21. Rp.   379.31 Untuk Baht Thailand ( THB ) 1,-
22. Rp.   9,458.25 Untuk Dolar Brunei D. ( BND ) 1,-
23. Rp.   14,309.37 Untuk EURO ( EUR ) 1,-
24. Rp.   1,954.70 Untuk Renminbi China ( CNY ) 1,-
25. Rp.   11.49 Untuk Won Korea ( KRW ) 1,-
Kedua :
Dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam diktum PERTAMA, maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini.;
Ketiga :
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku untuk tanggal  30 November 2016 sampai dengan 6 Desember 2016 ;
Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal   29 November 2016

an. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
   Plt. KEPALA BADAN KEBIJAKAN FISKAL


ANDIN HADIYANTO

Kamis, 01 Desember 2016

Pajak tumbuh tapi blm sesuai targer

Penerimaan Pajak Non-PPh Migas 2016 Tumbuh 29,15%

Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2016 mencapai Rp.870,954 triliun atau 64,27% dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2016 sebesar Rp1.355,203 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,30% dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mana total realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 768,691 triliun.
Jika penerimaan pajak dipisahkan antara penerimaan Non-PPh Migas yang penghimpunan pajaknya merupakan tanggungjawab Ditjen Pajak dengan penerimaan PPh Migas yang merupa­kan satu-satunya jenis pajak yang menjadi kewajiban Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maka penerimaan pajak yang dikelola langsung oleh Ditjen Pajak, yakni penerimaan Non-PPh Migas, hingga 31 Oktober 2016 adalah Rp.842,979 triliun atau sebenarnya lebih tinggi 16,28% dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mana total realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp.724,968 triliun.
Penerimaan Non-PPh Migas Rp.842,979 triliun tersebut terdiri atas penerimaan total PPh Non Migas sebesar Rp.513,266 triliun, penerimaan total PPN dan PPn BM senilai Rp.307,268 triliun, penerimaan PBB sebesar Rp.16,349 triliun dan penerimaan Pajak Lainnya senilai Rp.6,095 triliun.
Pertumbuhan yang dicatatkan oleh PPh Non Migas didukung oleh pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 22, PPh Final, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29 Badan serta PPh Pasal 26.
Pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya melonjak drastis 204,781% atau sebesar Rp.95,066 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp 46,4 miliar. Pertumbuhan signifikan lainnya dicatat oleh PPh Pasal 22 yakni 50,56% atau sebesar Rp.8,274 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.5,495 triliun.
Pertumbuhan tinggi juga dicatatkan oleh PPh Final yang mencatat pertumbuhan 22,13% atau sebesar Rp.94,849 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.77,660 triliun. Selain itu, penerimaan dari PPh Pasal 23 tumbuh 6,28%, atau sebesar Rp.23,557 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.22,165 triliun.
Pertumbuhan juga dicatatkan oleh PPh Pasal 25/29 Badan sebesar 4,00% atau sebesar Rp.130,464 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.125,449 triliun. Terakhir, penerimaan dari PPh Pasal 26 juga tumbuh 2,14%, atau sebesar Rp.34,810 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.34,079 triliun.
Di samping pertumbuhan, penerimaan di sektor PPh Non Migas terjadi penurunan sedikit dalam penerimaan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi yang menurun 5,79% atau sebesar Rp.4,814 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.5,110 triliun, PPh Pasal 21 menurun 3,04% atau sebesar Rp.90,644 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.93,485 triliun, serta PPh Pasal 22 Impor menurun 9,28% atau sebesar Rp.30,785 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.33,934 triliun.
Di tengah-tengah kondisi ekonomi dunia yang lesu, patut disyukuri bahwa penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri tumbuh 3,04%, atau sebesar Rp.195,439 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.189,671 triliun dan penerimaan PPnBM Dalam Negeri tumbuh 27,28% atau sebesar Rp.9,546 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.7,500 triliun. Selain itu, penerimaan PPnBM Impor tumbuh 5,94%, atau sebesar Rp.3,846 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.3,630 triliun dan penerimaan PPN/PPnBM Lainnya naik signifikan 31,65%, atau sebesar Rp 293,84 miliar dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.223,19 miliar.
Di samping itu, penerimaan PBB tumbuh pula 18,52%, atau sebesar Rp.16,349 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.13,794 triliun dan penerimaan Pajak Lainnya tumbuh signifikan 39,05%, atau sebesar Rp.6,095 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar 4,383 triliun. Namun demikian, DJP juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan di sektor-sektor pajak lainnya sebagai imbas dari ketidakpastian global yang telah membuat manajemen ekonomi makro di Indonesia semakin sulit dan resiko pelambatan pada proyeksi jangka pendek semakin besar.
Penurunan impor sebagai akibat dari perlambatan ekonomi domestik baik dari sisi permintaan maupun produksi (impor sebagai input produksi) berpengaruh pada penurunan pertumbuhan PPN Impor sebesar 9,41% atau sebesar Rp.98,141 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.108,337 triliun.
Untuk dua bulan terakhir 2016, DJP akan lebih berusaha untuk mengamankan penerimaan pajak tentunya dengan komitmen bersama wajib pajak dan seluruh masyarakat Indonesia karena #PajakMilikBersama.