Kamis, 01 Desember 2016

Pajak tumbuh tapi blm sesuai targer

Penerimaan Pajak Non-PPh Migas 2016 Tumbuh 29,15%

Realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2016 mencapai Rp.870,954 triliun atau 64,27% dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2016 sebesar Rp1.355,203 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,30% dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mana total realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 768,691 triliun.
Jika penerimaan pajak dipisahkan antara penerimaan Non-PPh Migas yang penghimpunan pajaknya merupakan tanggungjawab Ditjen Pajak dengan penerimaan PPh Migas yang merupa­kan satu-satunya jenis pajak yang menjadi kewajiban Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maka penerimaan pajak yang dikelola langsung oleh Ditjen Pajak, yakni penerimaan Non-PPh Migas, hingga 31 Oktober 2016 adalah Rp.842,979 triliun atau sebenarnya lebih tinggi 16,28% dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 yang mana total realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp.724,968 triliun.
Penerimaan Non-PPh Migas Rp.842,979 triliun tersebut terdiri atas penerimaan total PPh Non Migas sebesar Rp.513,266 triliun, penerimaan total PPN dan PPn BM senilai Rp.307,268 triliun, penerimaan PBB sebesar Rp.16,349 triliun dan penerimaan Pajak Lainnya senilai Rp.6,095 triliun.
Pertumbuhan yang dicatatkan oleh PPh Non Migas didukung oleh pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 22, PPh Final, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29 Badan serta PPh Pasal 26.
Pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya melonjak drastis 204,781% atau sebesar Rp.95,066 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp 46,4 miliar. Pertumbuhan signifikan lainnya dicatat oleh PPh Pasal 22 yakni 50,56% atau sebesar Rp.8,274 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.5,495 triliun.
Pertumbuhan tinggi juga dicatatkan oleh PPh Final yang mencatat pertumbuhan 22,13% atau sebesar Rp.94,849 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.77,660 triliun. Selain itu, penerimaan dari PPh Pasal 23 tumbuh 6,28%, atau sebesar Rp.23,557 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.22,165 triliun.
Pertumbuhan juga dicatatkan oleh PPh Pasal 25/29 Badan sebesar 4,00% atau sebesar Rp.130,464 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.125,449 triliun. Terakhir, penerimaan dari PPh Pasal 26 juga tumbuh 2,14%, atau sebesar Rp.34,810 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.34,079 triliun.
Di samping pertumbuhan, penerimaan di sektor PPh Non Migas terjadi penurunan sedikit dalam penerimaan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi yang menurun 5,79% atau sebesar Rp.4,814 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.5,110 triliun, PPh Pasal 21 menurun 3,04% atau sebesar Rp.90,644 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.93,485 triliun, serta PPh Pasal 22 Impor menurun 9,28% atau sebesar Rp.30,785 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.33,934 triliun.
Di tengah-tengah kondisi ekonomi dunia yang lesu, patut disyukuri bahwa penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri tumbuh 3,04%, atau sebesar Rp.195,439 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.189,671 triliun dan penerimaan PPnBM Dalam Negeri tumbuh 27,28% atau sebesar Rp.9,546 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.7,500 triliun. Selain itu, penerimaan PPnBM Impor tumbuh 5,94%, atau sebesar Rp.3,846 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.3,630 triliun dan penerimaan PPN/PPnBM Lainnya naik signifikan 31,65%, atau sebesar Rp 293,84 miliar dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.223,19 miliar.
Di samping itu, penerimaan PBB tumbuh pula 18,52%, atau sebesar Rp.16,349 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar Rp.13,794 triliun dan penerimaan Pajak Lainnya tumbuh signifikan 39,05%, atau sebesar Rp.6,095 triliun dibandingkan periode yang sama di 2015 sebesar 4,383 triliun. Namun demikian, DJP juga mencatat adanya penurunan pertumbuhan di sektor-sektor pajak lainnya sebagai imbas dari ketidakpastian global yang telah membuat manajemen ekonomi makro di Indonesia semakin sulit dan resiko pelambatan pada proyeksi jangka pendek semakin besar.
Penurunan impor sebagai akibat dari perlambatan ekonomi domestik baik dari sisi permintaan maupun produksi (impor sebagai input produksi) berpengaruh pada penurunan pertumbuhan PPN Impor sebesar 9,41% atau sebesar Rp.98,141 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp.108,337 triliun.
Untuk dua bulan terakhir 2016, DJP akan lebih berusaha untuk mengamankan penerimaan pajak tentunya dengan komitmen bersama wajib pajak dan seluruh masyarakat Indonesia karena #PajakMilikBersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar